Selasa, 05 Februari 2013

Tried To Walk Part 3



Aku menemukan Minho yang duduk bersama seorang gadis di taman sekolah. Posisi mereka berdua membelakangiku sehingga aku tidak bisa melihat dengan jelas siapa gadis yang sedang bersamanya. Dari seragam yang dikenakan gadis itu aku bisa tahu kalau dia bukan siswi sini. Memang, saat ini sekolah kami sedang mengadakan pekan olahraga. Jelas saja ada murid dari sekolah lain yang berkeliaran. Rasa penasaran yang tak bisa ku bendung lagi membawa langkahku mendekati mereka berdua.
“Ah! Mayu!” ternyata gadis itu Mayu Watanabe. Sepupuku sendiri. Pantas saja aku familiar dengan penampilannya. Rambutnya yang berwarna hitam pekat, panjang, terjuntai indah bak gadis –gadis di iklan shampoo. Poninya yang panjang menyentuh ke dua alisnya yang tipis. Hidungnya yang hampir ‘offside’ dan bibirnya yang tipis membuatnya terlihat manis walau tanpa senyuman. Angin tiba-tiba saja menyapu lembut rambutnya. Membuat gadis itu berusaha merapikan rambutnya kembali. Kalau Mayu menguncir 2 rambutnya dia akan sukses meng-cosplay Misa Amane.
“Yuki!” Mayu memamerkan deretan giginya yang putih itu. Dia menepuk-nepuk bangku di sebelahnya memberi isyarat agar aku duduk di sana.
“Kalian saling kenal?” dahi Minho mengernyit menatap kami berdua bergantian.
“Yuki itu sepupuku!” baru saja aku membuka mulut hendak menjawab pertanyaan Minho ternyata Mayu lebih dulu menjawab. Aku menaikkan ke dua bahuku menatap Minho.
“Kamu kenal Mayu dari mana? Facebook? Twitter? Atau coba-coba sms asal?” kali ini aku membiarkan rasa penasaranku meluap begitu saja. Minho tertawa kecil sebelum akhirnya menjawab pertanyaanku.
“Aku bertemu Mayu waktu bertanding di sekolahnya”
“Lalu?”
“Dan aku kembali bertemu denganya di sini, di saat festival olahraga”
“Minho pacarnya Yuki?” pertanyaan yang ku harap jawabannya ‘iya’ tapi terasa konyol jika benar-benar ku jawab ‘iya’.
“Bukan”
“Ooh” Mayu menatapku dengan wajah imutnya itu. Sementara Minho membuang pandangannya sambil menggaruk tengkuknya.
“Kalian mau makan apa? Biar aku yang traktir”
“Serius nih Minho? Yeee!” ekspresi wajah Mayu terlihat seperti anak kecil yang baru saja mendapat permen chupa chups. Aku tertawa kecil menatap keduanya.

+++

“Minho itu orangnya baik ya”
“Ya, memang”
“Dia juga baby face”
“Hmm ya, dikit”
“Juga jago basket” sepanjang jalan pulang Mayu terus saja membicarakan Minho. Aku mulai curiga padanya.
“Ng? kenapa Mayu? Kok tiba-tiba berhenti?” gadis itu menghentikan langkahnya, menatapku dalam. Kali ini ekspresi wajahnya serius.
“Yuki bukan pacarnya kan?” dia berbicara dengan nada datar-dingin.
“Tentu saja bukan he..he” aku menggaruk kepalaku kikuk. Mayu kembali berjalan setelah mendengarkan pernyataanku.
“Kalau begitu aku boleh dong suka sama Minho” apa? Apa yang barusan dikatakannya? Apa aku salah dengar?
“Yuki kenapa?” aku menatap Mayu sambil berusaha bersikap seakan tidak terkejut dengan kata-katanya tadi.
“Ng… congrats!”
“Congrats? Untuk apa?”
“Congrats karena…… kamu telah memilih laki-laki yang baik!” ucapku berusaha membuat alibi.
“Oooh.. aku kira Yuki suka sama Minho” memang! Bantinku dalam hati. Tapi apa dayaku? Mayu sudah lebih dulu mengatakan kalau dia suka Minho. Kami suka dengan orang yang sama, hanya waktu penyampaiannya saja yang berbeda. Mungkin jika aku lebih dulu mengatakan ‘suka Minho’ Mayu lah yang akan mundur. Bukan aku.
“Aku hanya teman dekatnya saja. Eh, mungkin Minho menganggapku seperti kakak kandungnya saja. Tidak lebih”
“Aku terpana ketika pertama kali melihat dia bermain di lapangan” tepat sekali! Aku juga terpana ketika pertama kali melihat dia di sekolahku. Minho memang pantas menyandang sebutan Charismatic Flame.
“Orang itu, haha sepertinya dia punya magic khusus ya”
“Yuki mau kan membantuku untuk dekat dengannya?”
“A-Apa?” 

Tried To Walk Part 2



“Yang mana yang kamu tidak mengerti?”
“Yang ini” jari telunjukku menunjuk ke sebuah soal Fisika yang tidak ku mengerti. Choi Minho, seseorang yang menurut ku hampir sempurna. Dia tampan, tentunya. Dia baik, murah senyum, dan cerdas. Setiap pulang sekolah aku selalu minta diajarkan pelajaran yang kurang ku mengerti. Rumahnya pun hanya berjarak 5 rumah dari rumah ku.
“Gini nih” dia mulai membuat coretan di atas kertas. Aku menopang dagu ku menggunakan kedua telapak tangan, persis seperti gaya khas Cherry Belle dan terus menatapnya.
“Uuukkhh” Minho menyentuh perut bagian atas di sisi kanan sambil merintih kesakitan. Aku tahu persis apa yang sedang terjadi padanya. Dia mencengkram erat tangan kiri ku. Dia pasti merasakan sakit yang luar biasa.
“Aku ambil ponsel dulu” panik, sepanik-paniknya orang panik. Jari-jari ku dengan cepat menekan tombol di layar ponsel. Hendak menghubungi dokter pribadinya Minho.
“Bisa kamu berdiri?” Minho mengangguk pelan sambil terus menahan rasa sakitnya. Sekuat tenaga ku kerahkan untuk menopang tubuh Minho yang 2x lebih berat dari tubuh ku hingga ke kamarnya. Aku membaringkan tubuhnya di atas kasur.
“Maaf merepotkan mu” suaranya masih terdengar jelas kalau dia berusaha menahan sakit yang dirasanya.
“Jangan pikirkan itu” aku mengusap-usap kepalanya dengan tangan kiri ku, membelai rambutnya yang hitam itu berkali-kali. Sementara tangan kanan ku berada tepat di atas punggung tangan Minho yang berada di perut bagian atasnya. Minho memejamkan matanya. Giginya gemertak berusaha menahan sakit. Mata ku memanas menatap kondisinya. Aku selalu tidak tega setiap melihat Minho seperti ini.

+++

“Biarkan saja dia istirahat untuk beberapa hari ke depan”
“Terimakasih Dok” seraya membungkukkan badanku. Dokter itu memberikan beberapa obat-obatan padaku sebelum ia akhirnya pergi.
“Yuki?”
“Iya?” aku merangkak mengambil tempat di samping Minho yang masih berbaring di kasur.
“Katanya apa?”
“Kamu harus istirahat beberapa hari dan tentunya minum obat”
“Obat? Satu-satunya obat yang paling efektif untukku adalah bermain bask-”
“Dan kamu tidak boleh lelah” sambar ku memotong kalimatnya. Minho menatapku. Dia menaikkan kedua bahunya. Ya, basket memang mimpinya. Dia selalu ingin menjadi juara. Akan tetapi mimpinya terhalang oleh penyakitnya. Penyakit yang sudah lama dideritanya tapi ia tidak pernah memperdulikannya hingga penyakitnya itu sendiri yang menghentikan mimpinya.
“Seandainya saja dulu aku langsung operasi” ekspresinya terlihat sedih dan penuh penyesalan.
“Ya, karena kamu menganggap enteng penyakitmu”
“Seandainya waktu bisa diputar kembali” Minho memejamkan ke dua matanya kembali. Mungkin dia berusaha mengingat-ingat sesuatu yang seharusnya ia lakukan dulu. Tanpa sadar aku mengecup kening Minho. Seketika itu dia membuka matanya, menatapku terheran-heran. Deg! Tamat lah riwayatku jika pertanyaan sakti itu keluar dari mulutnya.
“Kenapa bukan di sini?”
“Hah?” aku mengernyitkan dahi ku. Tak paham dengan kata-katanya.
“This” deg! Jantungku berdetak semakin cepat seperti genderang mau perang (?) ketika Minho menunjuk bibirnya yang semerah cherry.
“I’m not your girlfriend, Choi Minho. I’ll hit your liver” sambil mengepalkan tanganku.
“Hahah just kidding Yuki” Minho tersenyum jahil padaku. Mungkin dia menganggap tadi hanya lelucon konyol. Tapi bagiku?
“Sini, sini” Minho menarik tubuhku dan membaringkan tepat di atas dadanya yang bidang. Aku pun bisa merasakan detak jantungnya yang… normal. Tidak seperti milikku yang tidak karuan. Layaknya atlet yang lari mengitari stadion GBK 45x tanpa istirahat. Nafas Minho yang hangat terasa menggelitik rambut di puncak kepalaku. Oh God please! This is more than enough for me. Baru saja pikiranku melayang-layang entah kemana tapi sesuatu membuatku terjatuh kembali. Sesuatu yang tidak mau ku ingat. Ini tentang penyakit Minho. Dia divonis menderita Kanker Hati. Minho terkena kanker berdasarkan riwayat penyakit di keluarganya. Ayah Minho sempat menderita diabetes sebelum akhirnya ia meninggal. Kini pun Minho hanya tinggal berdua dengan ibunya karena kakak perempuannya seorang designer dan tinggal di Perancis. Aku sempat berpikir bahwa Minho mungkin menganggapku hanya sebagai kakaknya.

‘Taeeonaseo neol mannago jugeul mankeum saranghago’
I was born and I met you
And I have loved you to death

Tried To Walk Part 1

Oke sekarang gue balik lagi dengan ff ke-2 yg gue post di blog tapi entah ini ff ke berapa yg gue ketik di hp ._. gue mau buat ini 2 versi. Jadi maksudnya yg satu tokohnya barat & yg satunya lagi korea soalnya temen gue ada yg suka barat & korea hehehe^^v ampun, tapi kok gak ada yg suka Jepang T_T *nangis di pundak Chanyeol* anyway ini ff terinspirasi dari soal biologi gue di lks. Singkat cerita waktu itu gue baca soal gini : "seorang anak mendonorkan separuh hatinya, maka yg mungkin terjadi padanya adalah..." nah! dari situ gue terinspirasi! oke langsung baca aja wks.

Author : Alfy
Cast : find by yourself ._.v


Seorang laki-laki berdiri di tengah lapangan basket sambil men-dribble bola menuju ring. Kaki kanannya berada di depan, tangan kirinya menahan bola. Sementara tangan kanannya sesuai dengan mata menatap lurus ke depan ring. Dia menekuk lututnya sebagai ancang-ancang, meloncat, mendorong bola dengan tangan kanannya menuju ring. Tapi ternyata bola itu membentur bibir ring.
“Sial!” laki-laki itu menekuk lututnya, terjatuh lemas menatap bola yang memantul ke atas-bawah di lapangan.
“Minho!” aku berlari-lari menghampirinya. Duduk persis di hadapan Minho.
“Aku….. sudah tidak bisa bermain basket lagi” nadanya lirih, membuat perasaanku menjadi iba.
“Mungkin kamu hanya kelelahan” aku berusaha menyemangati Minho.
“Aku memang lelah, selalu lelah. Aku sudah tidak bisa memaksakan diriku seperti dulu lagi” Minho menundukkan kepalanya. Seketika itu aku berdiri, mengambil bola tadi dan melakukan gerakan persis seperti yang dilakukan Minho tadi. Sepertinya Dewi Fortuna sedang berpihak padaku. Aku berhasil menciptakan three point. Minho menatap ku dengan senyuman di ujung bibirnya.
“Lihat? Pemain basket amatiran sepertiku bisa melakukan three point!” kedua tanganku mengoper bola pada Minho. Mendadak semangatnya kembali lagi. Tanpa ragu Minho pun berdiri dan melakukan shoot dan…. Berhasil! Minho berlari menghampiri ku dan memelukku tiba-tiba.
“Terimakasih, Yuki” untuk beberapa detik aku hanya diam. Tidak siap dengan apa yang dilakukan Minho terhadapku. Tapi akhirnya aku membalas pelukan Minho.
“Anytime, Choi Minho” aku menyembunyikan senyum di balik bahu Minho. Jarak kami sangat dekat. Bahkan aroma parfum yang dikenakan Minho tercium jelas oleh indera penciumanku. Salah-satu-bagian yang aku suka darinya. Suka? Tidak, lebih tepatnya cinta. Aku jatuh hati padanya sejak pertama kali bertemu di bangku SHS. Saat pertama kalinya melihat dia tampil di lapangan, saat pertama kalinya dia menyapaku, semuanya. Saat bersamanya memang selalu menjadi bagian favorite ku. Wajah innocent, cute, lengkap dengan senyum dibibirnya yang tidak pernah gagal membuatku melayang. Tapi aku sadar dengan posisi ku sekarang, hanya sebagai teman dekatnya. Tidak lebih. Meski aku berharap lebih.

TBC...