Selasa, 05 Februari 2013

Tried To Walk Part 2



“Yang mana yang kamu tidak mengerti?”
“Yang ini” jari telunjukku menunjuk ke sebuah soal Fisika yang tidak ku mengerti. Choi Minho, seseorang yang menurut ku hampir sempurna. Dia tampan, tentunya. Dia baik, murah senyum, dan cerdas. Setiap pulang sekolah aku selalu minta diajarkan pelajaran yang kurang ku mengerti. Rumahnya pun hanya berjarak 5 rumah dari rumah ku.
“Gini nih” dia mulai membuat coretan di atas kertas. Aku menopang dagu ku menggunakan kedua telapak tangan, persis seperti gaya khas Cherry Belle dan terus menatapnya.
“Uuukkhh” Minho menyentuh perut bagian atas di sisi kanan sambil merintih kesakitan. Aku tahu persis apa yang sedang terjadi padanya. Dia mencengkram erat tangan kiri ku. Dia pasti merasakan sakit yang luar biasa.
“Aku ambil ponsel dulu” panik, sepanik-paniknya orang panik. Jari-jari ku dengan cepat menekan tombol di layar ponsel. Hendak menghubungi dokter pribadinya Minho.
“Bisa kamu berdiri?” Minho mengangguk pelan sambil terus menahan rasa sakitnya. Sekuat tenaga ku kerahkan untuk menopang tubuh Minho yang 2x lebih berat dari tubuh ku hingga ke kamarnya. Aku membaringkan tubuhnya di atas kasur.
“Maaf merepotkan mu” suaranya masih terdengar jelas kalau dia berusaha menahan sakit yang dirasanya.
“Jangan pikirkan itu” aku mengusap-usap kepalanya dengan tangan kiri ku, membelai rambutnya yang hitam itu berkali-kali. Sementara tangan kanan ku berada tepat di atas punggung tangan Minho yang berada di perut bagian atasnya. Minho memejamkan matanya. Giginya gemertak berusaha menahan sakit. Mata ku memanas menatap kondisinya. Aku selalu tidak tega setiap melihat Minho seperti ini.

+++

“Biarkan saja dia istirahat untuk beberapa hari ke depan”
“Terimakasih Dok” seraya membungkukkan badanku. Dokter itu memberikan beberapa obat-obatan padaku sebelum ia akhirnya pergi.
“Yuki?”
“Iya?” aku merangkak mengambil tempat di samping Minho yang masih berbaring di kasur.
“Katanya apa?”
“Kamu harus istirahat beberapa hari dan tentunya minum obat”
“Obat? Satu-satunya obat yang paling efektif untukku adalah bermain bask-”
“Dan kamu tidak boleh lelah” sambar ku memotong kalimatnya. Minho menatapku. Dia menaikkan kedua bahunya. Ya, basket memang mimpinya. Dia selalu ingin menjadi juara. Akan tetapi mimpinya terhalang oleh penyakitnya. Penyakit yang sudah lama dideritanya tapi ia tidak pernah memperdulikannya hingga penyakitnya itu sendiri yang menghentikan mimpinya.
“Seandainya saja dulu aku langsung operasi” ekspresinya terlihat sedih dan penuh penyesalan.
“Ya, karena kamu menganggap enteng penyakitmu”
“Seandainya waktu bisa diputar kembali” Minho memejamkan ke dua matanya kembali. Mungkin dia berusaha mengingat-ingat sesuatu yang seharusnya ia lakukan dulu. Tanpa sadar aku mengecup kening Minho. Seketika itu dia membuka matanya, menatapku terheran-heran. Deg! Tamat lah riwayatku jika pertanyaan sakti itu keluar dari mulutnya.
“Kenapa bukan di sini?”
“Hah?” aku mengernyitkan dahi ku. Tak paham dengan kata-katanya.
“This” deg! Jantungku berdetak semakin cepat seperti genderang mau perang (?) ketika Minho menunjuk bibirnya yang semerah cherry.
“I’m not your girlfriend, Choi Minho. I’ll hit your liver” sambil mengepalkan tanganku.
“Hahah just kidding Yuki” Minho tersenyum jahil padaku. Mungkin dia menganggap tadi hanya lelucon konyol. Tapi bagiku?
“Sini, sini” Minho menarik tubuhku dan membaringkan tepat di atas dadanya yang bidang. Aku pun bisa merasakan detak jantungnya yang… normal. Tidak seperti milikku yang tidak karuan. Layaknya atlet yang lari mengitari stadion GBK 45x tanpa istirahat. Nafas Minho yang hangat terasa menggelitik rambut di puncak kepalaku. Oh God please! This is more than enough for me. Baru saja pikiranku melayang-layang entah kemana tapi sesuatu membuatku terjatuh kembali. Sesuatu yang tidak mau ku ingat. Ini tentang penyakit Minho. Dia divonis menderita Kanker Hati. Minho terkena kanker berdasarkan riwayat penyakit di keluarganya. Ayah Minho sempat menderita diabetes sebelum akhirnya ia meninggal. Kini pun Minho hanya tinggal berdua dengan ibunya karena kakak perempuannya seorang designer dan tinggal di Perancis. Aku sempat berpikir bahwa Minho mungkin menganggapku hanya sebagai kakaknya.

‘Taeeonaseo neol mannago jugeul mankeum saranghago’
I was born and I met you
And I have loved you to death

0 komentar: